top of page

61 items found for ""

  • PORTA SANCTA GEREJA SANTO LAURENSIUS: TAHUN PENUH RAHMAT TUHAN

    Langit sekitar Gereja Laurensius Paroki Alam Sutera pada hari Minggu tanggal 5 Januari sangat cerah. Satu jam sebelum mulai Misa, umat sudah banyak yang berdatangan. Namun ada yang berbeda pagi itu.  Ram melengkung menuju lobbi utama gereja ditutup. Pintu utama gereja pun masih tutup. Jadi tidak satu pun umat yang bisa masuk gereja melalui pintu utama. Semua umat diarahkan masuk gereja melalui pintu aula di lantai dasar lalu naik tangga menuju gereja. Pastor Yohanes Hadi Suryono sebagai Kepala Paroki Laurensius membuka Porta Sancta. Mengamati pintu utama ini, terlihat ada tulisan cukup besar di atas pintu berbunyi PORTA SANCTA. Di atas tulisan ini, dipasang Salib Tuhan Yesus. Di sebelah kanan Salib terdapat logo Paroki Alam Sutera, sedangkan sebelah kiri terlihat logo Ardas   KAJ 2025. Daun pintu juga diperindah dengan dipasang hiasan ornamen. Selain itu pada sisi atas dan kiri-kanan kusen pintu dihiasi bunga dan dedaunan. Sedangkan di lobi, pada kiri dan kanan, terlihat gambar empat maskot resmi Tahun Yubileum 2025, berupa anime: Luce dan kawan-kawan. Luce sendiri berarti cahaya atau terang. Upacara Pembukaan Porta Sancta di lobi pintu utama gereja. Beberapa menit menjelang pukul 8.30 nampak prosesi petugas liturgi berjalan dari arah ruang Sakristi bawah, melintas ruang aula yang sudah hampir penuh dengan umat, keluar menuju area parkir, lalu berbelok menapaki ram menuju lobi pintu utama. Dalam barisan prosesi, berjalan di depan, ada empat anak-anak yang mengenakan jaket hoodi. Ada yang kuning, merah, hijau, dan biru. Anak-anak nan lucu dan menggemaskan ini berperan sebagai Luce, Fe, Xin, dan Sky. Menjelang lobi utama, perjalanan prosesi tertahan. Bersama-sama mereka mengikuti upacara pembukaan Porta Sancta atau Pintu Suci. Sebelum dibuka, Porta Sancta diberkati, diperciki air suci, dan didupai. Setelah selesai rangkaian liturgi yang dibuat khusus untuk upacara ini, Pastor Yohanes Hadi Suryono sebagai Kepala Paroki menarik pegangan pintu dan membuka Porta Sancta Gereja Laurensius. Lalu Pastor Hadi dan empat rekannya, Pastor Victorius Rudy Hartono, Pastor Vinsensius Rosihan Arifin, Pastor Bonifasius Lumintang, dan Pastor Ignasius Wahyudi Paweling, melangkah masuk gereja melewati Porta Sancta. Diikuti oleh empat anak pemeran maskot Tahun Yubileum, para petugas liturgi, barisan perwakilan umat yang terpilih, serta anggota DPH. Saat konsekrasi pada Perayaan Ekaristi. Misa pagi itu sesungguh merupakan Hari Raya Penampakan Tuhan dan Hari Anak Misioner Sedunia ke 182. Di awal homili, Pastor Hadi mengajak umat memperhatikan kandang Natal. Di sana ada tambahan tiga patung orang Majus dari Timur. “Mereka orang-orang hebat dan luar biasa. Tapi mereka mau datang mencari seorang bayi kecil di kota kecil dan tempat yang sederhana”, lanjut Pastor. Ada satu pesan dari kisah ini. Pastor Hadi menyampaikan: “Setiap pencarian manusia akan Tuhan bila dilakukan dengan niat baik dan sungguh, akan menghasilkan buah-buah kebaikan. Tuhan tidak tinggal diam, Ia tahu kerinduan kita.” Kandang Natal menerima kehadiran para Majus dari Timur. Terkait Hari Anak Misioner, Pastor Hadi menghimbau umat untuk mengingatkan anak-anak bahwa  mereka adalah anak-anak misioner. Sejak kecil anak-anak dapat mewartakan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membantu papi mami, membantu kakak adik, berdoa, dan mengajak berdoa. Ada banyak cara bagi anak-anak untuk menjadi misioner. Tema Hari Anak Misioner tahun ini adalah “Anak misioner: Peziarah harapan dari hati ke hati”. “Tahun ini Gereja mengajak kita semua untuk masuk dalam tahun Yubileum. Tahun penuh rahmat Tuhan. Tahun Yubileum 2025 mengusung tema: “Peziarah Pengharapan” adalah tahun bagi umat katolik untuk mendorong diri membangun kesucian hidup. Lewat pertobatan dan pembaharuan hidup spiritual.” lanjut Pastor Hadi. Sebagai penanda, Pintu Suci telah dibuka dan diharapkan setiap orang yang melalui Pintu Suci mensyukuri rahmat Tuhan, membangun semangat pertobatan, membina hidup kesucian, dan membangun semangat belarasa kepada sesama. Sambil berseloroh namun serius, Pastor berpesan, “Boleh berfoto-foto di Pintu Suci, karena memang telah dibuat indah. Tapi jangan lupa makna sesungguhnya dari simbol Pintu Suci.” Pemeran Luce, Fe, Xin, dan Sky berfoto bersama para pastor. Di akhir Misa, sebelum berkat penutup, Pastor Hadi membuka Tahun Ardas   KAJ 2025 dengan memukul gong sebanyak tiga kali. Dibantu empat pastor lainnya, dilanjutkan upacara membuka selubung dan memerciki serta mendupai gambar logo Tahun Yubileum di sisi kiri altar dan gambar logo Ardas KAJ 2025 di sisi kanan altar. Selamat mengarungi Tahun Yubileum. Tetaplah memelihara harapan, karena harapan tidak pernah sia-sia. Bersama Tuhan, jadilah seorang yang membantu mewujudkan harapan orang lain, terlebih mereka yang lemah dan miskin. Seperti tema Ardas KAJ 2025: “Kepedulian Lebih Kepada Saudara yang Lemah dan Miskin”. Fidensius Gunawan Artikel telah tayang di www.hidupkatolik.com pada tanggal 5 Jan 2025

  • PINK

    " Eureka ! Papa, Papaaaa.... Steve udah berhasil nih menemukan warna pink," teriak tiba-tiba putraku, Steve, yang masih berusia 4 tahun. Ia baru saja menggabungkan cairan warna merah dan putih dan hasilnya warna pink. Warna "pink" (merah muda) tidak selalu identik feminin dan hanya warna untuk kaum wanita. Gereja Katolik justru menggunakan warna ini hari ini dalam konteks perayaan sakral, yang muncul setahun dua kali, yaitu Minggu Gaudete (Adven ke-3) dan Minggu Laetare (Prapaskah ke-4). Pada Minggu Adven Ketiga ini, lilin "pink" di lingkaran/korona Adven dinyalakan. Maksudnya, sukacita Natal sudah mulai kita rasakan karena sudah sangat dekat tetapi belum/tidak penuh. Sukacita Natal itu sudah tak tertahankan lagi, sudah mulai kelihatan, tetapi belum tampak jelas atau belum penuh. Maka Minggu Adven ketiga dalam Tahun Liturgi disebut "Minggu Gaudete”. Bahasa Latin gaudete berarti “bersukacitalah”. Minggu Gaudete ini juga mengingatkan umat bahwa Masa Adven akan segera berakhir dan pesta kedatangan Yesus Kristus sudah semakin mendekat. Maka, perlu dikembangkan harapan yang akan menumbuhkan kesabaran dan ketekunan untuk mempersiapkan diri sampai akhir. Pada hari Natal, keempat lilin ini akan diganti dengan lilin-lilin putih. Masa persiapan kita selesai sudah dan kita memasuki sukacita yang besar dan istimewa yakni “TERANG” itu sudah datang ke dalam dunia dan tinggal di tengah-tengah kita. Seperti yang dilakukan Steve tadi, warna merah muda ini didapat dari pencampuran warna ungu (Adven) dengan warna putih (Natal). Untuk memahami lilin pink dan Adven lebih lengkap, silakan baca artikel saya yang terbaru dimuat di HIDUP tanggal 13 Desember 2024 dengan judul " Mengapa Ada Warna Pink di Masa Adven " dalam tautan berikut https://www.hidupkatolik.com/2024/12/13/82094/mengapa-ada-warna-pink-di-masa-adven.php Mari kita rayakan lilin sukacita merah muda. Selamat Hari Minggu Gaudete! Maranatha ! Serpong, 13.12.24 ✍ Febry et Scientia

  • SPIRITUALITAS TANPA BATAS

    Sabtu, 30 November 2024, pukul 07.00 , bersama 38 OMK dan pendamping dari sie Panggilan , kami memulai ziarek dengan tema”Spiritualitas Tanpa Batas”. Diawali dengan doa di Plaza Laurensius, dan dengan perkenalan singkat agar semakin nyaman dalam perjalanan kebersamaan ziarek ini, wajah-wajah gembira dan penuh semangat tergambar nyata. Biara Suster-suster Hati Kudus-Kedoya menjadi destinasi pertama kami. Dengan penuh keramahan para suster menyambut kedatangan sekelompok anak muda yang ingin mengetahui lebih dalam tentang panggilan membiara. Dalam perjumpaan yang berlangsung sekitar 1.5 jam, kami memperoleh begitu banyak informasi tentang Kongregasi Hati Kudus. Sharing panggilan yang disampaikan dengan ringan membuat kami berdecak kagum, betapa Allah sungguh memilih dan menyertai para suster dalam setiap pelayanannya. Destinasi kedua kami adalah Seminari Tinggi Yohanes Paulus II yang terletak di Jl Cempaka Putih Timur XXV. Di sinilah para calon imam Keuskupan Agung Jakarta mempersiapkan diri untuk dapat berkarya melayani umat di KAJ. Rm Purbo Tamtomo dan Rm Ricki serta para frater menyapa kami dengan hangat. Di sini kami diajak mengenal tentang panggilan hidup bakti dengan menjadi imam bagi KAJ. Para frater terlihat sangat bersukacita dengan jalan panggilan yang mereka jalani saat ini. Pertanyaan-pertanyaan seputar panggilan juga dijawab dengan gamblang oleh frater dan Rm Ricki. Ada 1 diakon dan 2 frater asal paroki kita yang sedang mempersiapkan diri di tempat ini, yaitu Diakon Yuddha serta Fr Danes dan Fr Dion. Kamipun senang karena dapat mengenal mereka dengan lebih dekat. Selanjutnya kami menuju Wisma Xaverian yang terletak di Jl Cempaka Putih Raya 42. Di sanalah para orang muda Gereja mempersiapkan diri menjadi misioner di seluruh dunia dalam Serikat Xaverian dengan motto: ”Menjadikan dunia Satu Keluarga”. Lewat perjumpaan ini kami memahami bagaimana bermisi dan menjadikan seluruh dunia sebagai satu keluarga dengan mewartakan Yesus yang menjadi teladan iman kita. Kamipun mendapat kesempatan makan siang Bersama di wisma Xaverian ini. Suasana akrab dan gembira yang disertai canda gurau bersama semua frater dan pastor Serikat Xaverian. Biara Ursulin Jl Pos-Jakarta Pusat menjadi tempat kunjugan terakhir kami di hari itu. Seperti di tempat-tempat sebelumnya, kamipun disambut dengan penuh keramahan oleh para suster Ursulin. Menyusuri setiap sudut ruang biara Ursulin yang luas dan asri, menjadi pengalaman yang indah bagi kami. Kami diajak menlihat dan mengenal karya-karya suster-suster Ursulin yang ambil bagian dalam pelayanan pendidikan bagi putera-puteri bangsa di seluruh pelosok Indonesia. Beberapa teman OMK ada yang merasa ingin mengenal lebih dalam dan dekat lagi dengan para suster, frater dan imam, serta berharap dapat memperoleh kesempatan untuk bisa ‘live-in’ sehingga bisa mengalami kehidupan membiara. Dan para suster, frater dan pastor sangat terbuka untuk keinginana ini. Sore hari sekitar pukul 18.00 pun berakhir. Peziarahan sehari sungguh menyenangkan dan memberi semangat tersendiri bagi kami. Semoga dengan melihat, mengalami dan mengenal… banyak OMK kita yang mau mencoba menanggapi panggilanNya untuk menjadi biarawan atau biarawati, rohaniwan atau rohaniwati. Penulis: Caroline Idham

  • Mengapa Gereja “Perlu” Membantu UMKM?

    Sejak tahun 2019 Keuskupan Agung Jakarta telah menjadikan UMKM sebagai prioritas kerja melalui program SABUK ( Sentra Bimbingan Usaha Kecil ) sebagai wujud bela rasa gereja dalam bidang pemberdayaan ekonomi agar umat yang berwirausaha skala mikro dan kecil dapat bangkit dan mandiri secara ekonomi. Mengapa UMKM perlu dibantu? Pertama, karena jumlah UMKM yang terus meningkat. Kedua, karena banyaknya UMKM yang masih kesulitan untuk bisa mandiri secara ekonomi. Peningkatan jumlah UMKM disebabkan oleh 2 faktor. Pertama, karena menurunnya jumlah lapangan kerja formal yang tersedia. Kedua, karena badai PHK yang terus melanda industri nasional. Akibatnya banyak pekerja formal atau calon pekerja formal yang berpindah ke sektor informal dan UMKM. Pekerja formal adalah pekerja yang mempunyai kontrak kerja atau terdaftar pada Depnaker. Data statistik BPS menunjukan bahwa jumlah lapangan kerja formal sudah sejak lama menurun tajam setiap tahunnya (lihat grafik). Padahal lulusan baru dari sekolah dan universitas yang ingin masuk ke sektor formal justru bertambah banyak tiap tahunnya. Ini tercermin dari makin kecilnya tingkat penyerapan pekerja formal, dimana pada tahun 2022 hanya 13,6% saja yang terserap. Dan bagi fresh graduate S1/S2 yang dalam 2 tahun pertama masih belum berhasil mendapatkan pekerjaan formal, pintu masuk ke dalam sektor formal biasanya otomatis sudah tertutup permanen. Yang tidak terserap oleh sektor formal umumnya menjadi pengangguran, atau berpindah ke sektor informal – baik sebagai pekerja informal atau memulai usaha sendiri sebagai UMKM. Akan tetapi angka resmi pengangguran nasional tetap terlihat kecil (di bawah 5%) karena yang telah berpindah ke sektor informal tidak akan tercatat lagi sebagai pengangguran formal. Pengangguran turun, pekerja informal naik Meskipun terjadi penurunan serapan pekerja formal, angka pengangguran tidak tampak meningkat. Diperkirakan, ini karena mereka yang tidak terserap di sektor formal ‘lari’ ke sektor informal. Proporsi pekerja di sektor informal selama ini memang lebih dominan, misalnya pada Februari 2024 mencapai 59,17 persen, seperti termuat dalam publikasi Berita Resmi Statistik BPS 6 Mei 2024. Yang telah masuk di sektor formal pun tetap tidak aman, badai PHK masih terus menghantui. Dan bagi pekerja formal yang terkena PHK umumnya sulit/lama mendapatkan kembali pekerjaan baru. Akan tetapi menjalankan usaha UMKM tidaklah mudah. Yang telah lama menjalani usaha saja masih mengalami kesulitan, apalagi bagi yang baru saja memulai usaha dan belum mempunyai pengalaman sama sekali. Transisi dari pekerja menjadi pelaku usaha bukanlah hal yang mudah, dan tidak cukup hanya dengan bermodalkan niat dan kemauan saja. Untuk itu Seksi PSE Paroki Alam Sutera menjalankan SABUK dengan 3 fokus area, yaitu Production , Operation , dan Marketing/Promotion . Production . Di sini kuncinya adalah keberhasilan dalam membuat produk/jasa yang kualitasnya cukup baik dan dapat diterima oleh konsumen. Suatu produk/jasa dianggap berhasil diterima oleh konsumen apabila telah mendapatkan repeat-order, dimana konsumen yang sama bertransaksi lebih dari 1x. UMKM yang telah berhasil mendapatkan konsumen repeat-order dianggap telah memiliki potensi pangsa pasar. Ini penting sekali karena UMKM yang belum memiliki potensi pangsa pasar biasanya tidak akan sanggup bertahan lama. Keberhasilan membuat suatu produk/jasa tergantung pada Minat, Bakat dan Skills. SABUK membantu meningkatkan Skills melalui kegiatan TRAINING. Berbagai jenis training seyogianya akan dilaksanakan pada awal 2021 (menjahit, merias, memasak, teknisi AC, teknisi motor, teknisi listrik, dsb) tapi tertunda karena pandemi, dan sampai sekarang belum dimulai kembali. Operation . Keuntungan usaha tergantung pada operasional yang efektif/efisien. Banyak UMKM yang sebenarnya memiliki produk/jasa berkualitas tapi labanya tipis atau bahkan rugi karena permasalahan operasional. SABUK membantu meningkatkan operational usaha melalui kegiatan MENTORING. Sayangnya Seksi PSE masih kekurangan relawan yang bersedia berkarya sebagai mentor UMKM. Dan khusus bagi UMKM kategori pra-sejahtera dapat mengajukan dan menerima BANTUAN MODAL USAHA yang sifatnya berupa hibah (bukan pinjaman) untuk meningkatkan operasional usaha. Marketing/Promotion . Kegiatan promosi diperlukan agar produk/jasa dapat cepat dikenal oleh banyak orang. Tapi UMKM umumnya tidak memiliki waktu, keahlian atau ketekunan dalam menjalankan kegiatan promosi yang efektif. Seksi PSE melihat bahwa traffic dari ribuan umat yang menghadiri misa minggu pagi dapat menjadi SARANA PROMOSI yang efektif bagi UMKM dalam memperkenalkan produk/jasa nya. Dan Bazar yang diadakan secara rutin tiap minggu pagi di Plaza GKP terbukti telah berhasil membuat UMKM kita lebih cepat dikenal oleh komunitas umat paroki, seperti yang terlihat dari hasil survey yang telah dilakukan. Jumlah UMKM akan terus meningkat seiring terjadinya krisis lapangan pekerjaan dan maraknya gelombang PHK. Padahal menjalankan usaha atau memulai usaha bukanlah hal yang mudah, sehingga banyak umat kita yang masih sangat membutuhkan bantuan. Gereja dalam hal ini turut hadir berbela rasa melalui program SABUK dan Bazar UMKM. Dan Seksi PSE mengharapkan makin banyaknya relewan umat yang dapat ikut berbela rasa dengan cara berpartisipasi dalam program-program kerja paroki yang melayani UMKM. Salam, Seksi PSE Paroki Alam Sutera

  • Mendukung GOTAUS Menjamin Masa Depan Gereja

    Paroki Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten menerima kehadiran 36 Uskup dan 2 Administrator Diosesan dari seantero Nusantara pada hari Minggu, 10/11/2024. Ada 10 Uskup dan 1 Administrator Diosesan hadir dan memimpin Misa pukul 08.30 di Gereja Laurensius. Sedangkan di Gereja Santa Perawan Maria Benteng Gading (SPMBG), 26 Uskup dan 1 Administrator Diosesan memimpin Misa pukul 09.00. Kehadiran hampir seluruh Uskup se-Indonesia — hanya Kardinal Ignatius Suharyo dan Uskup Paskalis yang tidak dapat hadir — tentu merupakan peristiwa langka sekaligus penuh rahmat bagi Paroki Alam Sutera. Terlebih bagi Gereja Santa Parawan Maria Benteng Gading, gereja baru yang belum sepenuhnya selesai. Kursi-kursi di balkon masih kursi plastik. Rupanya para Uskup sedang mendukung GOTAUS (Gerakan Orang Tua Asuh untuk Seminari). Mengutip penjelasan dari ketua panitia, Maya Widjaja selaku anggota DPH Paroki Alam Sutera, GOTAUS adalah gerakan awam yang peduli dalam mempersiapkan calon imam yang handal dan kontekstual, dibawah naungan Komisi Seminari KWI. Maya menambahkan, bahwa pada akhir Juli lalu, GOTAUS meminta kesediaan Paroki Alam Sutera menjadi tuan rumah dan pusat kegiatan penggalangan dana. Namun karena kegiatan gereja yang padat di bulan Agustus, maka baru pada akhir Agustus dalam rapat DPH, dirinya ditunjuk sebagai ketua panitia. Setelah koordinasi intens dengan GOTAUS KWI, maka mulai 1 Oktober dimulai kegiatan penggalangan dana. Umat melalui lingkungan, diajak untuk berdonasi melalui gerakan Dana Murah Hati. Juga ajakan untuk ikut acara Makan Siang Bersama Para Uskup Se-Indonesia. Tanggapan umat sangat baik. Puncak acara adalah pada Minggu, 10 November dengan Misa Konselebrasi Para Uskup baik di Gereja Laurensius maupun di Gereja SPMBG. Setelah Misa, dilanjutkan dengan Acara Makan Siang Bersama di Aula Gereja SPMBG pada pukul 11.00. Acara Makan Siang ini dihadiri oleh 210 donatur dan 30 undangan, yang terbagi dalam 40 meja. Sungguh luar biasa mengharukan, menyaksikan kehadiran para Uskup, terutama yang sepuh, seperti Mgr Petrus Canisius Mandagi, MSC yang berjalan agak tertatih dan menggunakan tongkat. Juga Uskup Emeritus Mgr Petrus Boddeng Timang, yang sesungguhnya sudah tidak bertugas. Mereka semua  sangat peduli dengan masa depan Gereja Indonesia. Sadar bahwa masa depan harus dipersiapkan dari sekarang. Sebagaimana disampaikan oleh Mgr. Siprianus Hormat, Uskup Ruteng dalam homili di Gereja SPMBG, “Kita berkumpul hari ini di sini, untuk para gembala masa depan dari gereja kita melalui anak-anak seminari. Yang kelak akan menjadi imam. Yang kelak akan menjadi uskup.” Misa di Gereja SPMBG dimulai tepat pukul 9.00 dengan prosesi para petugas liturgi dan 26 Uskup serta Administrator Diosesan Keuskupan Timika. Juga Romo Yohanes Hadi Suryono selaku Pastor Kepala Paroki Alam Sutera dan Romo Vinsensius Rosihan Arifin (Pastor Rekan) ikut mendampingi sebagai wakil tuan rumah. Ketua KWI, Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC menjadi konselebran utama pada Misa di Gereja SPMBG  ini. Dalam kata pembuka, Mgr. Anton menyampaikan, “Di tengah situasi kehidupan yang masih banyak kesulitan dan orang cenderung memikirkan kepentingan sendiri, ternyata masih banyak orang yang mau berbagi hati, energi, waktu, materi untuk kepentungan orang lain. Untuk kepentingan Allah dalam Gereja-Nya. Kita bersyukur masih banyak orang mau berbagi, terlebih ketika ada bencana alam. Banjir, tanah longsor, dan ketika ada letusan Gunung Lewotobi di Larantuka, orang pun langsung menawarkan bantuan. Kita bersyukur atas kemurahan hati ada begitu banyak orang. Berbagi atau berdonasi, kiranya merupakan wujud syukur atas kebaikan Tuhan yang diberikan kepada kita, Juga sebagai bakti kita kepada Allah yang kita curahkan kepada sesama.” Mgr. Anton pun mengajak umat yang hadir dalam Misa ini untuk fokus berbagi untuk mendukung pendidikan para calon imam. Umat yang hadir pada Misa ini, memenuhi seluruh kursi baik di gereja, balkon, bahkan area parkir di rubanah pun terisi penuh. Mereka sangat antusias menanggapi ajakan Mgr. Anton dan Mgr. Siprianus untuk berbagi dan mendukung GOTAUS. Menurut Maya, jumlah kolekte dan amplop donasi masih belum selesai dihitung, namun diperkirakan di atas satu milyar. Belum lagi banyak donatur yang bersedia menjadi orang tua asuh bagi anak-anak seminari. Antusias umat juga nampak dari ramainya booth suvenir GOTAUS, banyak yang membeli. Setelah Misa selesai, di plaza gereja, banyak Uskup “tersandera” kerumunan umat yang meminta berkat dan mengajak berfoto. Namun semua Uskup nampak bahagia, tersenyum dan tertawa bersama umat. Sungguh hangat hubungan antara gembala dan umatnya. Suasana ramai dan juga meriah dengan tampilnya OMK dari komunitas Anthiokia yang bernyanyi dengan diiringi permainan beberapa alat musik. Tak lama kemudian Uskup Agung Pontianak, Mgr Agustinus Agus, minta ikut bernyanyi. Ia tak mau kalah dengan OMK, ikut menghibur dan meramaikan suasana. Acara penggalangan dana boleh selesai, namun biarlah makin banyak umat yang tergerak ikut ambil peran menjadi orang tua asuh bagi para seminaris. Cukup dengan seratus ribu setiap bulan, telah membantu satu anak seminari. Gunakan hati untuk menjamin tersedianya gembala masa depan. Artikel ini telah terbit di www.hidupkatolik.com tanggal 12 November 2024. Penulis: Fidensius Gunawan

  • "FATE CHIASSO"

    Oleh Febry Silaban Dalam Misa Kudus (bukan Misa Akbar) di stadion GBK Jakarta kemarin sore, Kamis 5 September 2024, jelang liturgi penutup, Bapa Paus Fransiskus menyempatkan menyampaikan terima kasih dan salam perpisahan. Namun, ada frasa khusus yang berulang-ulang dikatakan dan ditegaskannya, "Saya minta kepada saudara-saudara dan saudari-saudariku, fate chiasso, fate chiasso !" Tiba-tiba semua umat bertepuk tangan. Apakah umat paham maknanya atau ikut-ikutan saja bertepuk tangan? Barangkali itu euforia semangat dari kata-kata Paus, jadi tak perlu tahu artinya. 😁 "Fate chiasso!" Secara harfiah, artinya "Bikinlah keributan". Atau "Buatlah bergemuruh". Kalau Kompas TV menerjemahkannya, "Buatlah keramaian!". Malah makin lucu maknanya. 😁 Apakah benar itu makna dan yang dimaksudkan Paus? Kata-kata ini disampaikan oleh Paus saat mengucapkan selamat tinggal kepada Indonesia, negara pertama dari perjalanan apostoliknya ke Asia dan Oseania, di akhir misa (bukan homili). "Kunjungan saya di antara kalian hampir selesai dan saya ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang penuh sukacita atas sambutan yang sangat baik yang telah diberikan kepada saya," kata Paus Fransiskus. "Saudara-saudara dan saudari-saudariku, semoga Tuhan memberkati kalian dan membuat kalian tumbuh serta bertahan dalam kedamaian dan kasih persaudaraan!" Ungkapan " buatlah keributan! " dalam konteks tersebut adalah dorongan untuk berbicara atau memberitakan Injil dengan semangat dan penuh antusiasme. Kata "chiasso" sendiri memang artinya bising, ribut, atau suara yang ramai. Misalnya, orang Italia ditanya: gimana, bisa tidur? Jawabannya, No, c'è molto chiasso . Gak, saya tidak bisa tidur karena bising/ramai. Bising karena orang bercakap-cakap atau bising suara kendaraan. Paus Fransiskus menggunakan istilah ini untuk mendorong orang-orang agar dengan berani dan penuh gairah menyebarluaskan pesan Injil, mirip dengan bagaimana para rasul memberitakan Injil pada hari Pentakosta dengan penuh semangat. Dalam Kisah Para Rasul dikatakan bahwa pada hari Pentakosta di Yerusalem terjadi keributan besar, dan semua orang ramai-ramai memberitakan Injil. Jadi, " Buatlah keributan! Fate chiasso! " di sini berarti "Beritakan Injil dengan semangat dan keberanian." Seperti peristiwa Pentakosta, kita diminta aktif. Fate chiasso! Buatlah sesuatu, jangan diam saja, lakukan sesuatu untuk perubahan. Fate chiasso! Catatan kecil, Serpong, 5 September 2024 ✍ Febry et Scientia

  • PERISTIWA KENAIKAN KE SURGA: ANTARA YESUS & MARIA

    Oleh: Febry Silaban Ada seorang teman yang bertanya, "Feb, apa perbedaan antara Kenaikan Yesus dan Kenaikan Santa Maria ke Surga?" Sebagaimana kita tahu, setiap tanggal 15 Agustus ini menjadi Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Namun, tahun ini, perayaan tersebut digeser ke hari Minggu tanggal 18 Agustus 2024. Tanggal 15 Agustus juga menjadi tanggal kebanyakan Imam Diosesan Jakarta merayakan ulang tahun tahbisan mereka. Kembali ke pertanyaan awal tadi, secara singkat dan in medias res atau to the point dapat dijawab bahwa Kristus, dengan kuasa-Nya sendiri, naik ke surga. Sedangkan, Maria diangkat ke surga oleh (kuasa) Tuhan; ia tidak melakukannya dengan kuasanya sendiri. Pengangkatan Kristus ke surga dengan kuasa-Nya sendiri di hadapan para pengikut-Nya pada hari keempat puluh setelah kebangkitan-Nya dikisahkan dalam Markus 16:19, Lukas 24:51, dan dalam bab pertama Kisah Para Rasul. Mengenai Maria, meskipun baru dinyatakan sebagai dogma yang diwahyukan secara ilahi pada tahun 1950, dokumentasi kepercayaan pada Kenaikan Maria setidaknya berasal dari abad ke-5. Sebagai salah satu contoh kepercayaan yang telah lama dianut ini, pada Konsili Kalsedon tahun 451, ketika para uskup dari seluruh dunia Mediterania berkumpul di Konstantinopel, Kaisar Marcianus meminta Patriark Yerusalem untuk membawa relikwi Maria ke Konstantinopel untuk diabadikan di ibu kota. Patriark menjelaskan kepada kaisar bahwa tidak ada relikwi Maria di Yerusalem dan bahwa “Maria telah meninggal di hadapan para rasul; tetapi makamnya, ketika dibuka kemudian . . . ditemukan kosong sehingga para rasul menyimpulkan bahwa tubuhnya telah diangkat ke surga" (2:41). Pada abad ke-8, St. Yohanes dari Damaskus dikenal karena menyampaikan khotbah di tempat-tempat suci di Yerusalem. Di Makam Maria, ia mengungkapkan keyakinan Gereja tentang makna perayaan tersebut: “Meskipun tubuh dikuburkan dengan benar, ia tidak tetap dalam keadaan mati, juga tidak hancur karena pembusukan.... Engkau dipindahkan ke rumah surgawimu, ya Bunda, Ratu, dan Bunda Allah yang sesungguhnya.” Semua hari raya Maria menandai misteri besar hidupnya dan perannya dalam karya penebusan. Misteri utama kehidupan dan pribadinya adalah keibuan ilahinya, yang dirayakan pada hari Natal dan seminggu kemudian (1 Januari) pada hari raya Hari Raya Maria, Bunda Allah. Dikandung Tanpa Noda (8 Desember) menandai persiapan untuk menjadi ibu, sehingga ia memiliki kepenuhan rahmat sejak saat pertama keberadaannya, sama sekali tidak tersentuh oleh dosa. Seluruh keberadaannya berdenyut dengan kehidupan ilahi sejak awal, mempersiapkannya untuk peran yang ditinggikan sebagai ibu Juru Selamat. Pengangkatan Maria ke Surga melengkapi pekerjaan Tuhan dalam dirinya karena tidaklah pantas jika daging yang telah memberikan hidup kepada Tuhan sendiri mengalami kebinasaan. Pengangkatan Maria ke Surga adalah penobatan Tuhan atas pekerjaan-Nya saat Maria mengakhiri kehidupan duniawinya dan memasuki keabadian. Perayaan ini mengarahkan pandangan kita ke arah itu, ke mana kita akan mengikuti ketika kehidupan duniawi kita berakhir. Hari raya Gereja bukan hanya peringatan peristiwa-peristiwa bersejarah. Hari-hari raya ini tidak hanya melihat ke masa lalu. Hari-hari raya ini melihat ke masa kini dan masa depan dan memberi kita wawasan tentang hubungan kita sendiri dengan Tuhan. Pengangkatan Maria melihat ke keabadian dan memberi kita harapan bahwa kita juga akan mengikuti Bunda Maria ketika kehidupan kita berakhir. Pada tahun 1950, dalam konstitusi apostolik Munificentissimus Deus, Paus Pius XII menyatakan Kenaikan Maria sebagai dogma Gereja Katolik dengan kata-kata berikut: "Bunda Allah yang Tak Bernoda, Maria yang selalu perawan, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di bumi, diangkat ke surga dengan tubuh dan jiwanya." Dengan demikian, kepercayaan kuno tersebut menjadi doktrin Katolik dan Kenaikan Maria dinyatakan sebagai kebenaran yang diwahyukan oleh Allah. Pengangkatan Bunda Maria, termasuk tubuhnya, merupakan kebenaran yang diwahyukan Tuhan. Dengan demikian, kita sebagai umat Katolik harus dengan teguh dan setia percaya/mengimani bahwa Bunda Maria dengan tubuhnya yang tetap perawan itu dimuliakan Allah di Surga. Sancta Maria, ora pro nobis! 🙏 Catatan kecil, Serpong, 15 Agustus 2024 ✍ Febry et Scientia

  • JANGAN PANGGIL AKU MONSINYUR, TAPI USKUP

    Oleh Febry Silaban Dalam beberapa kali pertemuan dengan Kardinal Suharyo, beliau selalu meminta untuk tidak memanggil dia dengan kata Monsinyur, melainkan Uskup. “Saya lebih suka dipanggil uskup daripada monsinyur. Panggilan monsinyur itu terlalu feodal,” katanya. Loh, kok bisa begitu? Bukankah monsinyur itu uskup? Gereja Katolik berkembang dalam iklim kerajaan atau kekaisaran. Dalam sistem kerajaan (gaya Eropa), sangat lazim dikenal penganugerahan gelar-gelar kehormatan resmi. Dari gelar-gelar itu tecermin tingkatan-tingkatan kehormatan yang sangat kental dengan feodalisme. Misalnya, Lord dan Sir (di Inggris). Orang Prancis biasa secara resmi menyapa imam dengan Mon Pere (bapaku) dan uskup dengan Mon Signeur (tuanku). Di banyak tempat di Indonesia, kita memang biasa menyapa uskup dengan sebutan monsinyur. Di sebagian tempat, misalnya, umat di Keuskupan Agung Semarang menyapa uskupnya dengan sebutan Rama Kanjeng, sementara umat di Keuskupan Agung Medan sering menyapa uskupnya dengan sebutan Ompung. Dari catatan dalam surat Rasul Paulus, uskup (episcopus) itu adalah penilik jemaat. Seorang penilik jemaat bukan hanya tukang tilik-tilik tetapi diwarnai dengan sekian turunan tugas sebagai pelayan. Dalam Gereja, ada beda antara jabatan dan gelar kehormatan. Uskup merupakan jabatan resmi. Menjadi seorang uskup adalah tingkat ketiga dalam hierarki tahbisan (hierarchia ordinis) dan paling penuh dari Sakramen Imamat. Tingkat pertama adalah penahbisan seorang diakon, yang kedua adalah penahbisan seorang imam, dan yang ketiga adalah penahbisan seorang uskup. Seorang uskup yang pindah ke tingkat kardinal tidak ditahbiskan, tetapi dipilih sendiri oleh paus, yang juga menunjuk uskup. Sedangkan, monsinyur ternyata merupakan gelar kehormatan yang diberikan oleh Roma. Gelar ini tidak menunjukkan suatu jenjang tahbisan. Maksudnya, tidak hanya uskup dan kardinal saja yang bisa disapa monsinyur, tapi ada juga romo atau imam Katolik yang dapat disapa monsinyur. Imam yang mendapat gelar “Monsinyur” berhak atas penghormatan khusus, juga berhak mengenakan pakaian ungu. Sedangkan cincin uskup, mitra, dan tongkat merupakan tanda-tanda jabatan sebagai uskup. Monsinyur (bahasa Italia: monsignor) sebenarnya adalah sapaan atau sebutan kehormatan untuk pejabat gereja kaum klerus yang tingkatnya di bawah uskup. Gelar ini diberikan kepada orang yang telah berjasa memberikan pelayanan yang berharga kepada Gereja dan mereka yang menjalankan beberapa fungsi khusus dalam tata kelola Gereja. Bahkan, sebenarnya yang patut disapa monsignor adalah Vikaris Jenderal atau Vikjen (wakil uskup ordinaris wilayah) keuskupan, selama beliau menjabat sebagai Vikjen (bdk. Motu Proprio Inter Multiplices Curas, Paus Pius X, 21 Februari 1905). Menurut peraturan yang dibuat Paus Pius X tersebut, gelar monsignor diberikan kepada kaum tertahbis yang bekerja dalam istana kepausan. Namun, gelar ini diperluas dari waktu ke waktu dan bisa diberikan kepada imam yang bekerja di luar istana kepausan, artinya para imam yang berkarya di luar Roma, melalui rekomendasi seorang uskup. Awalnya untuk para imam yang lebih tua dari usia 35 tahun dan telah menjadi imam selama lebih dari 10 tahun. Mungkin tradisi ini tidak banyak diketahui orang di Indonesia, tapi pernah ada, misalnya Mgr. Valentinus Kartosiswoyo (meninggal tahun 2014). Beliau dianugerahi gelar prelatus honorarius kepausan hingga berhak menyandang diri sebagai “Monsinyur” dari Takhta Suci tahun 1987 saat menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif KWI. Pada Instruksi Sekretariat Negara Tahta Suci tahun 1969 dinyatakan bahwa gelar "Monsinyur" dapat digunakan bagi para uskup. Hal ini merupakan praktik yang umum dalam bahasa Italia, Prancis, Spanyol, dan juga Indonesia, tetapi tidak dalam bahasa Inggris. Di Inggris dan negara-negara persemakmuran, seperti Singapura, Malaysia, dan Australia, sapaan untuk uskup ialah His/Your Lordship , sedangkan untuk uskup agung disapa dengan His/Your Grace. Namun, baru-baru ini aturan tentang gelar ini dibatasi lagi oleh Paus Fransiskus, yang kembali ke praktik yang lebih tua. Paus Fransiskus menyatakan bahwa dalam keuskupan-keuskupan gelar Monsinyur hanya akan diberikan kepada para imam yang telah mencapai usia 65 tahun, demikian pengumuman Vatikan tanggal 7 Januari 2014. Vatikan tidak menjelaskan alasan perubahan itu, tetapi gerakan itu dipandang sesuai dengan peringatan Paus Fransiskus yang menentang karierisme dan ambisi pribadi dalam klerus. Paus Fransiskus memang sering mengkritik klerikalisme, dengan harapan mereka lebih menekankan karya pelayanan dan bukan kekuasaan seperti yang dipahami sebelum Konsili Vatikan II. Kata monsignor sendiri merupakan bentuk apokope (hilangnya satu bunyi atau lebih pada akhir sebuah kata) dari kata Italia monsignore, dari frasa Prancis mon seigneur, yang berarti "tuanku". Gelar ini biasa disingkat Mgr, Msgr, atau Mons. Kata seigneur berasal dari bahasa Latin senior, yang artinya “yang lebih tua”, “yang dituakan”, “senior”. Di Vatikan, seorang uskup atau uskup agung (yang dapat dikenali dari salib besar yang dipakai di dadanya) tidak disapa dengan Monsignor, melainkan Eccelenza (bahasa Italia, dibaca “eksellenza”), yang artinya excellency atau “Yang Mulia”. Sapaan untuk kardinal adalah Eminenza, yang artinya Eminence atau “Yang Utama”. Duta Besar Vatikan di Indonesia, Uskup Agung Piero Pioppo, menyapa para uskup dan uskup agung di Indonesia dengan sapaan Excellency. Kini saya ingatkan, jangan sampai keliru dalam penyebutan nama uskup. Misalnya, penyebutan “Yang Mulia Mgr. Kornelius Sipayung, OFM Cap.” itu kurang tepat. Penulisan atau penyebutan yang lebih tepat adalah (1) Uskup Agung Kornelius Sipayung, OFM Cap.; atau (2) Yang Mulia Kornelius Sipayung, OFM Cap.; atau (3) Yang Mulia Uskup Agung Kornelius Sipayung, OFM Cap. Sementara, yang patut disapa Monsignor adalah Vikaris Jenderal, misalnya Vikjen KAJ disapa Monsinyur Samuel Pangestu. Jadi, semua uskup (agung) pasti bergelar “monsinyur”. Namun, tidak semua “monsinyur” adalah uskup (agung). Dengan demikian, ada baiknya umat menyapa uskup, misalnya, “Yang Mulia, Bapa Uskup, terima kasih atas…” atau “Selamat pagi, Bapa Uskup”, dan bukan “Selamat pagi, Monsinyur”. Penjelasan yang dipaparkan di atas, saya temukan sebagai paling tidak dasar pendasaran lebih jauh terkait pernyataan Kardinal Surharyo tentang “jangan panggil saya Monsinyur, tetapi Uskup”. Tabik! Catatan kecil, Jakarta, 060624 ✍ Febry et Scientia

  • JANGAN TAKUT UCAPKAN ‘HAPPY EASTER'

    Hari ini segenap umat Kristiani merayakan Paskah. Bagi umat Katolik, hari Minggu Paskah adalah PUNCAK peringatan liturgi Gereja. Hari Raya Kebangkitan Tuhan ini adalah HARI RAYA DARI SEGALA HARI RAYA. Hari itu menjadi hari yang amat istimewa karena Yesus telah bangkit dari kematian. Yesus telah mengalahkan dosa dan maut dengan kebangkitan-Nya. Berbagi sukacita Paskah tentu bisa melalui hal yang sederhana, salah satunya saling memberi ucapan "Selamat Paskah" ke sesama yang merayakan. Zaman sekarang sudah maju, tidak perlu menggunakan kartu ucapan lagi, melainkan cukup dengan mengirimkan pesan teks via WA, FB, Twitter, IG, dan platform media sosial lainnya. Nah, yang ingin dibahas di sini adalah ucapan Paskah dalam bahasa Inggris. Bukan hal yang baru kalau zaman sekarang greeting atau pun bentuk ucapan hari-hari khusus disampaikan dalam bahasa Inggris. Apalagi tujuannya kalau bukan biar gaya atau keren-kerenan, bukan? 😀 Seperti biasa, menjelang hari Paskah ini, muncul broadcast (brodkes) atau pesan di WhatsApp atau FB dari golongan tertentu yang aktif pada tuduhan musiman mereka, yakni "Jangan mengucapkan HAPPY EASTER karena itu diambil dari nama dewi pagan, Ishtar". Tudingan musiman itu mereka terus gemakan setiap menjelang peringatan Jumat Agung hingga hari Paskah ini, dan sudah berlangsung beberapa tahun ini. Jika kita sebagai Kristiani/Katolik yang waras, jangan mudah termakan provokasi mereka. Mari kita cek dan ricek. Mari kita filter dulu. Pesan brodkes tersebut terjadi akibat si penulis gosip brodkes itu "kurang wawasan", "kurang baca ensiklopedia", dan "buta huruf dan gramatika bahasa Ibrani". Pesan brodkes memang biasanya dibuat untuk menebar gosip dan yang menerimanya juga asal kirim saja, lantas menyebar ke mana-mana. Seringkali pesan tsb malah menjadi polemik di antara orang-orang yang sama-sama kurang wawasannya. "EASTER" dikaitkan dengan "ISHTAR" (nama salah satu dewi pagan), karena kesamaan bunyi saja. Dalam bahasa Indonesia, itu dinamakan "HOMOFON", yg artinya kata yg sama dgn kata lain, tetapi berbeda ejaan dan maknanya. Misalnya: "masa" dan "massa", "sangsi" dan "sanksi". Kita juga sering melihat utak-atik tulisan "Inggris-Indonesia" untuk candaan: "Are you" diartikan ayu (cantik). "Pra one" diartikan perawan. "Two girl" diartikan tugel – Jawa (putus). Mungkin juga kita pernah membaca tulisan di belakang angkot atau truk, misalnya: "Pra One Are You," yang maksudnya adalah "Perawan Ayu" (dari kemiripan bunyi saja). Jadi, menyamakan EASTER dengan ISHTAR adalah suatu hoaks murahan dengan menggunakan "logika angkot/truk". 😀 Mereka yg memakai logika murahan tersebut menduga bahwa EASTER berasal dari nama dewi Isthar (dari Sumeria) atau dewi Eostre/Astarte (dari Teutonik), yang merujuk kepada nama dewi Asyerah. Memang sekilas bunyinya mirip, tapi besar kemungkinan kata “EASTER” berakar dari kata “Eostur”, yang berarti “musim kebangkitan” (season of rising) yang mengacu kepada musim semi. Maka, kata “Easter” digunakan di Inggris, “Eastur” di bahasa Jerman kuno, sebagai kata lain musim semi. Jika kita perhatikan bahasa Jerman kuno (proto-Germanic), kata Ostern berasal dari kata Ost (east atau terbitnya matahari), dan berasal dari bentuk kata Teutonik yaitu erster (artinya yang pertama/first) dan stehen (artinya berdiri/stand), yang kemudian menjadi erstehen (bentuk kuno dari kata kebangkitan/resurrection), yang sekarang menjadi auferstehen (kebangkitan dalam bahasa Jerman sekarang). Fakta ini tidak hanya menunjuk pada kebangkitan Yesus Kristus dari kematian, tapi juga kenaikanNya (to rise) ke Surga dan nanti saat kita terangkat (to rise) ke Surga bersama-sama dengan Yesus saat Dia datang kembali untuk menghakimi dunia. Sedangkan di negara-negara lain, digunakan istilah yang berbeda: Pascha (Latin dan Yunani), Pasqua (Italia), Pascua (Spanyol), Pasen (Belanda), Páscoa (Portugis), Pâques (Prancis), dan Paskah (Indonesia), yang semua berasal dari kata Ibrani פֶּסַח – Pesakh, yang artinya “Passover”. Jadi, kata Ester/Eostur dalam bahasa Inggris, yang berubah menjadi Easter, adalah setara dengan kata Oster dalam bahasa Jerman yang kemudian menjadi Ostern. Maka, jika ada kemiripan bunyi Easter dengan Isthar, itu hanya KEBETULAN dan tidak dapat dipaksakan bahwa keduanya berhubungan. Sebenarnya tidak ada hubungan antara "dewi Ishtar" dengan "EASTER" atau "hari raya Paskah". Kalau pun dicari-cari permasalahannya, sekali lagi, itu hanya terletak pada kemiripan bunyi saja (homofon). Bukan makna! Dengan demikian, bukan berarti karena sebutan Easter mirip dengan Isthar atau Eostre, maka ucapan “Happy EASTER” berkaitan dengan penyembahan berhala. Dalam perkembangan terjemahan Kitab Suci, memang akhirnya dijumpai kata "EASTER" dalam Kisah Para Rasul 12:4 dalam Alkitab terjemahan bahasa Inggris The King James Version (KJV). Jika kita membaca dari naskah Kitab Suci bahasa asli Perjanjian Baru Yunani, kita akan mengerti bahwa yang dimaksudkan "Easter" pada terjemahan ayat Kis 12:4 itu adalah hari "PASKAH" (Yunani πασχα - paskha, Ibrani פֶּסַח – Pesakh, Inggris "Passover"). Jangan lupa bahwa semua nama hari dalam bahasa Inggris juga dapat dihubungkan dengan asal-usul pagan. Misalnya, "Sunday" berkaitan dengan dewa matahari (Sun), "Monday" dengan dewa bulan (moon), "Tuesday" dengan dewa Tiu, "Wednesday" dengan dewa Woden, "Thursday" dengan dewa Thor, "Friday" dengan dewa Freya, "Saturday" dengan Saturnus. Jadi, jika mau konsisten, sebaiknya mereka yang menolak menyebut Easter, juga menolak semua nama hari dalam bahasa Inggris yang kedengarannya juga berbau pagan. Namun, Gereja Katolik menguduskan hal-hal yang dulunya mengacu kepada pagan, dengan memberi arti/makna baru dan mengonsekrasikannya kepada Tuhan. Contoh, bangunan gereja-gereja pada abad-abad pertama yang tidak mereka bangun sendiri, melainkan dulunya bekas kuil-kuil pagan yang sudah ditinggalkan, lalu dirombak dan disesuaikan dengan prinsip dan kebutuhan ibadah Kristiani, dan dikonsekrasikan kepada Kristus. Allah penguasa segalanya, juga berkuasa menguduskan segala sesuatu di dalam nama-Nya. Dengan demikian, tidak perlulah kita risau jika menggunakan kata “EASTER”. Jangan lupa bahwa Kitab Suci menyebutkan tanda kelahiran Kristus dengan bintang di TIMUR (Mat 2:2,9) sehingga makna TERANG di TIMUR (East) memperoleh makna yang baru dan sempurna, setelah kelahiran dan terutama Kebangkitan Kristus. Kita harus meninggalkan kegelapan dan masuk ke kehidupan terang. Kehidupan terang dimulai sejak terbitnya matahari yang selalu muncul dari timur. Ingat, terang itu baik! Sementara, kata “PASSOVER” berarti melewati kematian. “Passing over the death”. Ada pihak yang sama-sama berhasil melewati kematian dalam kedua jenis paskah. Pertama adalah orang Yahudi yang berhasil lolos dari hukuman kematian anak sulung dan lepas dari perbudakan di Mesir. Kedua adalah Yesus Kristus yang berhasil mengalahkan maut dan lepas dari perbudakan dunia. Orang Yahudi dilewati maut karena lambang darah anak domba, sementara Yesus mengambil posisi sebagai domba yang menggunakan darahnya agar maut melewati kehidupan setiap orang yang percaya kepadaNya. Kembali pada brodkes gosip murahan tadi, juga di sana disinggung untuk "jangan merayakan Paskah dengan tradisi telur paskah dan gambar kelinci sebab itu adalah kebiasaan kafir dan kamu akan berdosa." TELUR dan KELINCI hanyalah produk tradisi saja, boleh digunakan, boleh tidak. Namun, tidak perlu diharamkan atau di-"kafir-kafirkan." TELUR merupakan simbol dari perayaan Paskah di berbagai gereja. Mengapa telur dijadikan suatu simbol dalam perayaan Paskah? Ternyata, hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan di Timur Tengah kuno. Orang Mesir dan Persia kuno punya suatu kebiasaan menghias telur yang kemudian menukarkannya dengan temannya. Kebiasaan ini kemudian diikuti oleh orang Kristen di Mesopotamia (daerah Irak-Iran sekarang), yaitu dengan memberikan telur-telur kepada orang lain pada perayaan Paskah untuk mengingatkan kebangkitan Yesus Kristus. Telur merupakan tanda kelahiran baru. Mengikuti Kristus harus diikuti proses kelahiran baru. KELINCI di berbagai negara dijadikan sebuah simbol dalam perayaan Paskah. Barangkali kita bertanya, mengapa kelinci? Kelinci itu sendiri menyimbolkan kesuburan. Kelinci dikenal sebagai binatang yang memiliki banyak anak. Oleh karena sifatnya yang demikian, kelinci kemudian dijadikan lambang kehidupan yang berlimpah di dalam Kristus. Pengikut Kristus yang sudah lahir baru pun harus selalu subur seperti kelinci. Pengikut Kristus harus subur menghasilkan karya dan pelayanan sebagai bentuk ucapan syukur. Menurut saya sendiri, “PASSOVER” dan “EASTER” hanyalah dua buah kata yang merujuk kepada arti yang sama. Kemenangan atas maut. Itu intinya. Pemusatan pikiran kepada kemenangan tersebut lebih penting ketimbang debat kusir atau pesta hura-hura minim arti yang mengatasnamakan Paskah. Setelah kita memahami penjelasan di atas, hendaknya kita lebih bijak dan tidak memaksakan pengertian Easter berhubungan dengan dewi Ishtar atau Eostre. Jangan lagi menghujat kata "Easter" dalam logika murahan seperti tulisan di belakang angkot atau truk. Jadilah seorang Katolik yang bijak, menimbang dengan baik pemahaman kata, dan tidak gampang teperdaya pesan-pesan brodkes di smartphone atau media sosial. Marilah menyaring dengan bijak macam-macam berita hoaks, kabar bohong, ajaran abal-abal, "cocokologi", kabar naif akibat ketidak-tahuan dan kebodohan. Jangan mudah terprovokasi berita-berita yang beredar. Mari belajar Kitab Suci dengan benar. Mulailah banyak membaca literatur. Jangan gampang percaya pesan-pesan brodkes, supaya tidak gampang dibohongi oleh mereka yang otaknya kurang piknik dan kurang pendidikan. Happy PASSOVER! Happy EASTER! SELAMAT PASKAH! Disarikan dari berbagai sumber Serpong, Sabtu, 30 Maret 2024 ✍ Febry et Scientia

  • CLAUDIA, ISTRI PILATUS

    Saat Perayaan Jumat Agung, sebagian dari bacaan Injil hari itu mengisahkan pengadilan Yesus di hadapan Gubernur Pontius Pilatus. Ada satu tokoh yang muncul namun jarang dibahas, yakni istri Pilatus. Istri Pontius Pilatus adalah tokoh tak bernama dalam Perjanjian Baru, yang hanya muncul dalam sebuah ayat tunggal dari Injil Matius. Menurut Matius 27:19, ia mengirim sebuah pesan kepada suaminya yang memintanya agar tidak mencelakai Yesus Kristus. Pilatus tidak menggubris peringatan istrinya. Namun istri Pilatus disebut jelas dalam apokrifa Injil Nikodemus (diyakini ditulis sekitar pertengahan abad ke-4), yang memberikan versi lebih mendalam dari bagian mimpi tersebut ketimbang Injil Matius. Istri Pontius Pilatus itu dalam tradisi sering disebut bernama Claudia Procula atau hanya disebut Claudia. Sejauh yang bisa ditelusuri, Claudia Procula dinyatakan martir oleh Gereja Ortodoks Yunani, Gereja Koptik, dan Gereja Etiopia dan diperingati setiap tanggal 27 Oktober atau 25 Juni. Gereja-gereja ini mempercayai bahwa setelah peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus, Claudia menjadi pengikut Jalan Tuhan serta dibunuh menjadi martir karena imannya itu. Maka mereka menghormatinya, bahkan cukup tersebar pula ikon tentang dia. Dialog imajiner antara Pilatus dan istrinya, Claudia di bawah ini mungkin dapat membantu memahami siapa Claudia: Tersebutlah, Pontius Pilatus gundah gulana setelah ternyata tidak bisa mengubah dakwaan Imam Agung Kayafas atas Yesus. Dia diancam akan diadukan ke kaisar Roma jika berani membebaskan Yesus. Terlebih, sebelumnya, istrinya, Claudia, telah mengingatkan untuk tidak mempersulit orang Nazaret itu. Claudia diganggu mimpi buruk mengenai Yesus, yang belum dikenalnya itu. Pilatus: Hoii... ngapain kau di sini? Febry: (gemetaran) Nggak, Bos... Cuma nyapu. Claudia: Biarkan saja, dia tukang sapu baru... anak ini baik kok. Claudia: Sekarang kau sudah puas. Kau sama sekali tidak mengindahkan kecemasan saya berkaitan dengan mimpi itu. Saya memang tidak tahu politik. Tapi kiranya cukup tahu bahwa seseorang boleh dihukum kalau kesalahannya benar-benar dapat dibuktikan. Pilatus: Aduh, tahu apa kamu tentang benar-salahnya seseorang dalam dunia politik. Kau mimpi buruk dan percaya begitu saja seperti kaum wanita umumnya, lalu campur-adukkan mimpi dengan masalah terdakwa bernama Yesus itu. Mungkin kau makan terlalu kenyang di malam itu. Orang yang tidur dengan perut terlalu kenyang selalu bermimpi buruk. Claudia: Lebih baik bermimpi buruk daripada menjatuhkan hukuman yang buruk. Atau kau ingin mengelabui mata saya dengan mengatakan bahwa Yesus itu betul-betul pemberontak dan ancaman bagi Roma? Pilatus: Bukan dia yang menjadi ancaman sesungguhnya, melainkan Mahkamah Agama dan antek-anteknya. Kalo saya membebaskan Yesus, saya akan menjadi musuh mereka, dan keonaran akan terjadi. Mau tak mau, satu orang harus dikorbankan untuk menjamin ketentraman. Tugas saya adalah menjaga perdamaian. Claudia: Kedamaian dalam ketidakadilan? Ini justru keluar dari mulut seorang yang ditunjuk Roma untuk menjamin kebenaran? Pilatus: Sudah, sudah! Saya benci kata-kata muluk. Apa itu kebenaran? Apa artinya keadilan? Keadilan berfungsi menjaga peraturan, ketenangan, dan kedamaian. Ini yang saya patuhi. Claudia: Saya tidak mengerti kamu ini. Tadinya engkau berniat membebaskannya. Mengapa lalu berubah? Pilatus: Syukurlah kalo engkau juga melihatnya. Tapi, dalam rentetan proses itu timbul soal baru terutama berkaitan dengan rencana para imam untuk mengajukan kasus ini ke kekaisaran. Hal itulah yang menciutkan niat saya untuk membebaskan Yesus. Claudia: Niatmu itu setengah hati. Kau pakai amnesti Paskah untuk melepaskannya. Tapi mereka lebih menghendaki pembebasan Barabas yang jelas-jelas pemberontak. Hanya saja, engkau tidak tulus sehingga sidang itu diakhiri dengan tindakan mencuci tangan, menyatakan Yesus tak bersalah, seraya mengatakan: “Ambillah dia dan buatlah seturut kehendak kamu!” Apa artinya itu? Menyatakan orang tak bersalah tetapi menyerahkannya untuk dihukum sesuka hati? Pilatus: Aduhhh, coba tenangkan dulu hatimu dan berpikir waraslah. Mereka membawa Yesus kepada saya dan mengatakan bahwa dia menghasut rakyat untuk melawan kaisar. Saya mengadili terdakwa itu dan ternyata dia adalah seorang guru yang saleh dan ajarannya tidak menentang Roma. Oleh karena saya ingin membebaskannya... Claudia: Ya untuk itu, engkau bisa dan berkuasa.... Pilatus: Jangan potong pembicaraanku! Tetapi pada saat yang sama, pembebasannya potensial menyebabkan huru-hara. Oleh sebab itu saya mengambil keputusan lain. Bisa dilihat sendiri, akhirnya adalah kedamaian di tanah Yudea. Seandainya kuputuskan pembebasannya, dan terjadi kerusuhan, bukankah kita juga yang dipersalahkan? Halal bukan, menumpahkan darah satu orang demi perdamaian umum? Claudia: Saya sama sekali tidak mengerti soal itu. Pilatus: Makanya kamu tak usah banyak omong. Saya diutus ke Yudea bukan atas nama kepentingan pribadi sebagai sarjana filsafat atau pakar moral. Saya ada di sini untuk menjamin dan melindungi kepentingan Roma. Claudia: Jadi engkau cemas akan posisimu ketika engkau menyerahkan Yesus? Pilatus: Lho, jangan putar balikkan perkataan saya. Yang mau saya katakan ialah, dalam pertimbangan mengenai kepentingan orang Roma, Yesus tidak dapat diselamatkan. Pada dasarnya hukuman mati atas Yesus dijatuhkan bukan oleh saya, melainkan oleh Sanhedrin. Saya hanya tidak dapat mengubahnya. Itu saja pointnya. Claudia: Lebih gentleman katakan saja bahwa engkau tidak ingin terlibat dalam peristiwa itu. Melepas tanggung jawab! Pilatus: Semua kondisi harus diperhitungkan dalam permainan politik. Kalau mau berkecimpung dalam dunia politik, harus sanggup menjalin hubungan. Berpolitik bukan berarti bermimpi di alam hampa. Claudia: Bukankah tujuan dari politik adalah mengamalkan keadilan dan kebenaran? Pilatus: Jangan banyak omong lagi, dungu! Coba tunjukkan, adakah contoh dalam sejarah politik di mana seorang penguasa di tanah jajahan mengorbankan diri demi membebaskan seorang pengembara saleh di daerah itu? SAMA SEKALI TIDAK ADA!!!! (Pembicaraan berakhir. Claudia berlalu tanpa berkomentar lebih jauh. Saya mengikutinya sambil mematikan perekam yang kupakai untuk mengabadikan pembicaraan mereka) [Diolah kembali dari karya imajiner Lianto] Catatan kecil Jakarta, 27 Maret 2024 📝 Febry Silaban

  • SALAH KAPRAH: Malam Paskah & Minggu Paskah

    Sering terjadi animo umat Katolik sangat tinggi dalam menghadiri perayaan misa MALAM PASKAH, melebihi animo terhadap perayaan MINGGU (pagi) PASKAH. Namun, sadarkah kita, kebiasaan ini justru menjadi SALAH KAPRAH selama ini. Loh, kok bisa? Apa salah kaprahnya? Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah yang berarti ketika umat memang menyadari makna dari perayaan misa Malam Paskah, serta tidak menghilangkan makna dari perayaan Minggu Paskah. Penting dipahami bahwa peringatan kebangkitan Yesus sesungguhnya baru diselenggarakan pada Minggu Paskah. Jadi sudah selayaknyalah antusiasme umat tetap BERPUNCAK pada misa MINGGU PASKAH. Malam (Sabtu) Paskah atau Vigili Paskah adalah saat di mana kita merasakan sukacita sambil berjaga-jaga menantikan kebangkitan Tuhan. Kata vigili berasal dari bahasa Latin, vigilare yang artinya berjaga-jaga. Yesus yang wafat akhirnya beralih dari alam kematian menuju kebangkitan. Pada perjanjian lama, Malam Paskah merupakan peristiwa penantian lewatnya Tuhan di tanah Mesir untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Firaun. Saat Malam Paskah nanti, umat Katolik juga akan mengenangkan kembali Sakramen Baptis yang telah diterima. Sakramen Baptis sendiri merupakan tanda kita diterima sebagai anggota keluarga Gereja Katolik. Barangkali, itulah yang menyebabkan Malam Paskah selalu dirayakan secara meriah. Salah kaprahnya, apa lagi? Terkadang praktik gereja parokial yang membuat kesan begitu muncul dengan sendirinya. Minggu Paskah (pagi) selalu dibuat sebagai Minggu Paskah khusus untuk anak sekolah minggu atau "BIA-BIR" (Bina Iman Anak/Remaja). Alhasil, liturgi Minggu Paskah menjadi terkesan "kalah kelas" dibanding liturgi Malam Paskah. Mari kita lihat praktik di gereja para frater atau calon imam. Contoh, di gereja STSP Pematangsiantar, tempat para calon imam projo dari keuskupan-keuskupan di Sumatera dan ordo lain merayakan misa Minggu. Pada saat para fraternya menjadi petugas liturgi, praktik kebiasaannya juga sama seperti yg dilakukan paroki-paroki di luar. Upacara Malam Paskah selalu lebih meriah dibanding Minggu Paskah pagi. Semangat para fraternya mengikuti misa Malam Paskah justru lebih besar dibanding paginya. 😃 Berbeda mungkin masa pendidikan di Seminari Menengah Pematangsiantar. Pada perayaan Malam Paskah dan Paskah Minggu pagi tidak terasa berbeda kelasnya. Sama-sama meriah dan agung. Apalagi, setelah misa Paskah ada suguhan "menu daging istimewa" di kamar makan untuk para seminaris. Minggu pagi Paskah serasa pesta besar dan meriah. 😃👍. Memang idealnya, Vigili Paskah itu dirayakan pada jam 00.00 (tengah malam) seperti praktik di Vatikan. Namun, jika Vigili Paskah dirayakan di Indonesia pada jam tengah malam tersebut, dipastikan akan sangat sedikit umat yang bisa hadir berpartisipasi dalam misa itu. Karena itu, demi alasan pastoral (ad rationes pastorales), misa Malam Paskah di banyak paroki mulai dirayakan pada Sabtu sore atau malam. Sekali lagi, perlu digarisbawahi dan diingat bahwa: MINGGU PASKAH (pagi) disebut juga Hari Raya Kebangkitan Tuhan. Itu adalah PUNCAK peringatan liturgi Gereja Katolik. Hari Raya Kebangkitan Tuhan ini adalah HARI RAYA DARI SEGALA HARI RAYA. Hari itu menjadi hari yang amat istimewa karena Yesus telah bangkit dari kematian. Yesus telah mengalahkan dosa dan maut dengan kebangkitan-Nya. > Konstitusi Liturgi atau Sacrosanctum Concillium (SC) No. 97 juga dengan tegas menyatakan: "Misa Minggu Paskah harus dirayakan dengan meriah." Secara singkat: MALAM PASKAH: penantian kebangkitan Tuhan MINGGU PASKAH: hari raya kebangkitan Tuhan Maka anggapan bahwa, ”Saya sudah hadir ikut Misa tadi malam (Paskah), maka hari Minggu (Paskah) tidak perlu lagi” adalah anggapan yang TIDAK TEPAT! Semoga! 😇 Catatan kecil Serpong, 16 Maret 2024 📝 Febry et Scienti

  • PER MARIAM (ET JOSEPH) AD JESUM

    Pada suatu hari, dengan sedikit nada menyelidiki, Tuhan Yesus mendatangi Santo Petrus, yang memegang pintu gerbang surga, "caeli porta", yang punya kuasa untuk mengizinkan seseorang untuk masuk surga atau tidak. Tuhan Yesus mendatangi dia, karena beliau melihat ada banyak sekali orang yang masuk surga, tetapi mereka yang selama hidupnya di dunia ini benar-benar tidak patut, banyak bikin dosa dan pelanggaran. Pokoknya, benar-benar tidak menjadi suri teladan hidup yang baik sebagai orang yang beragama dan beriman. Begitu bertemu Petrus, Tuhan Yesus bertanya: "Petrus, mengapa ada banyak sekali orang yang masuk surga? Padahal mereka tidak layak sebenarnya masuk surga?" Karena tidak punya jawaban dan penjelasan langsung saat itu, Petrus pun berjanji untuk memberi jawaban besok harinya. Oleh karena itu, hari ini dia berjanji untuk melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Lalu turunlah Petrus dari takhta Porta Caeli lalu mulai meninjau keliling taman surga. Setelah sampai di salah satu tembok surga, ia melihat ada tangga dan di ujung tangga itu ada jendela yang cukup besar, pas untuk meloloskan tubuh seorang manusia dewasa ke dalamnya. Penasaran dengan hal itu, maka Petrus pun menaiki tangga tersebut. Setelah sampai di atas, ia melongok keluar jendela. Di luar sana ia melihat seorang pria tua, jenggotan sedang bekerja bikin tangga, lengkap dengan gergaji, palu, dan serut, serta pelbagai macam perlengkapan lain sebagai tukang kayu. Maka Petrus pun keluar dan turun melalui jendela itu menemui bapa tua tadi. "Bapa tua, bapa yang bikin tangga dan lobang jendela itu?" Dengan rada takut bapa tua itu menjawab: "Iya, Tuan." "Ikut saya yah... tetapi harus lewat pintu gerbang surga. Jangan lewat tangga dan jendela itu." Bapa tua itu pun ikut. Setelah sampai di dalam, Petrus menyuruh bapa tua itu tunggu di pintu gerbang surga, lengkap dengan perlengkapan tukang kayunya. Tanpa harus menunggu sampai besok harinya, Petrus pun menghadap Tuhan Yesus untuk melapor. "Lapor, Tuhan. Saya sudah menemukan seseorang yang saya curigai telah menyelundupkan orang-orang, bahkan termasuk para pendosa ke dalam surga." "Mari ikut saya Tuhan." Maka Tuhan Yesus pun turun dari takhtaNya dan mengikuti Petrus ke pintu gerbang surga. Begitu Tuhan Yesus melihat bapa tua itu, tiba-tiba Ia sudah mau menutup kasus itu. Tetapi, karena ini urusannya Petrus, Ia pun sabar menunggu apa kata penyelidikan Petrus. "Tuhan Yesus, ini bapa tua yang saya sebut tadi." Lalu Tuhan Yesus, dengan berlagak tidak kenal bapa tua itu, mendekati bapa tua itu: "Bapa tua, apa yang kau lakukan?" "Saya bikin tangga dan getok tembok bikin jendela." "Atas permintaan siapa?" tanya Tuhan Yesus lebih lanjut. Bapa tua itu menjawab dengan menunjuk kepada seorang perempuan yang tanpa mereka sadari sudah mendekati mereka. Begitu Tuhan Yesus menoleh ke arah telunjuk bapa tua itu, Ia melihat sang Bunda Maria yang memancarkan senyum kebundaan yang teramat manis. Melihat itu, Tuhan Yesus pun berkata kepada Petrus. "Petrus, case-closed yah... tidak usah dilanjutkan." Lalu Tuhan Yesus buru-buru kembali lagi ke takhtaNya di sisi kanan Bapa. Rupanya, banyak yang meminta pertolongan sang Bunda. Walaupun sang Bunda itu bergelar "Felix Caeli Porta", toh ia tidak bisa juga melewati birokrasi pintu surga yang kuncinya dipegang Petrus. Terpaksa Bunda pun meminta jasa seorang tukang kayu dari Nazaret, untuk membuat tangga di taman belakang surga sekalian membobol tembok. Banyak orang lolos masuk surga dengan menaiki tangga dan masuk ke dalam lewat jendela itu. Hehehehehehe.... tertawalah... karena surga banyak tawa dan canda juga. "Melalui Maria dan Yoseph, kita sampai kepada Yesus" ✍Jakarta, 19 Maret 2024 Febry Silaban 🔹Selamat HR St. Yoseph, Sang Pekerja

bottom of page